Bagi yang suka dengan makanan yang pedas, jajanan rujak tumbuk atau rujak bebek tidak terdengar aneh di telinga. Bagi saya, jajanan yang satu ini mengingatkan masa kecil saya di Bangka dan Belitung.
Kejadiannya terjadi secara kebetulan saja. Selepas menemani Rahma dan Akbar bermain di playing ground di ADA Swalayan yang berlokasi di jalan padjajaran Bogor, saya dan istri beserta kedua anak pergi makan siang ke belakang swalayan ADA untuk makan pecel langganan kami.
Selepas makan siang, kamipun beranjak pergi dan menuju parkiran untuk pulang. Tak dinyana, kami bertemu dengan seorang bapak yang jualan rujak tumbuk atau rujak bebek. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan rujak tersebut. Rujak tumbuk adalah kombinasi dari beberapa buah seperti kedondong, bengkoang, mangga, ubi merah, pisang batu dikombinasikan dengan gula merah, terasi, sedikit kacang dan cabe. Hhmm… Dengan membayangkannya saja tak terasa air liur mengalir di kerongkongan.
Kali ini saya tidak ingin membahas rujak tumbuk tersebut. Yang akan saya kupas disini adalah bapak yang menjual rujak tumbuk tersebut. Apa sih istimewanya?.
Yaa… Istimewa sekali, apalagi jika saya membandingkan bapak tersebut dengan saya. Jauh sekali perbedaannya. Semakin saya membanding-bandingkan diri saya dengan beliau, semakin malu hati ini. Ketahuilah saudaraku… Bapak yang siang ini berhadapan dengan saya ini kira kira berumur sekitar 60 tahunan, berperawakan kecil, berkulit hitam, tidak terlalu tinggi.
Dia menumbuk buah-buahan racikannya ke dalam tumbukan kayu dengan semangat. Dimulai dengan memasukan gula merah, cabe, dan bumbu lainnya, kemudian ditambah kedondong, ditumbuk beberapa lama, kemudian beliau mengiris bangkuang, mangga, dan ubi secara bergantian hingga selesailah racikan rujak tumbuk tersebut. Tidak terasa 3 menit berlalu. Saya melihat tidak sedikitpun keluar suara keluhan dari mulut bapak tersebut. Dia melakukan semua itu dengan penuh semangat dan terlihat sangat ikhlas. Padahal harga rujak tumbuk tersebut hanya rp. 5,000 per porsi. Subhanallah… Itu yang membikin saya malu.
Betapa banyaknya dari kita yang memiliki gaji 10-20 juta per bulan yang masih saja mengeluh dalam mengerjakan tugas kantor. Padahal kerja di ruangan ber AC, di gedung kantoran yang jauh dari terik sinar matahari, tidak terkena polusi kendaraan, tidak berisik, dan masih banyak lagi kondisi nyaman jika dibandingkan dengan bapak penjual rujak tumbuk tersebut.
Betapa banyak dari kita yang tidak sadar bahwa masih banyak di luar sana, saudara-saudara kita yang dalam umurnya yang sudah sepuh pun masih harus berjuang juang memeras keringat hanya untuk mendapatkan 5000 rupiah per porsi dan itu dikumpulkannya untuk hidupnya hari ini dan esok hari.
Betapa banyaknya dari kita yang sudah memiliki tabungan hari tua, asuransi yang all risk sehingga dalam bekerja pun tidak dihinggapi rasa khawatir jikalau dalam melakukan rutinitas di tempat kerja terkena kecelakaan kerja. Toh semuanya sudah dicover asuransi.
Demikian pula halnya dengan saya pribadi. Pemandangan di depan mata saya membuat saya malu, mencambuk hati saya sampai ke dasar sekali, malu bahwa saat ini betapa saya sudah diberi kelebihan rejeki dan fasilitas, sudah diberi titipan anak yang sehat dan pintar, sudah diberi segalanya oleh Allah SWT.
Mudah-mudahan peristiwa ini menjadi cambuk bagi saya untuk berbuat lebih baik lagi untuk saudaraku sesama muslim, saudaraku di kampung yang saat ini sedang kami tumpangi untuk hidup. Yaa Allah… Berilah kami hati yang lembut. Berilah kami ilmu dan kelapangan hati untuk memberikannya kepada sesama sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi mereka. Aamiin…
Jl Padjajaran, 29 maret 2014
Trotoar depan ADA Swalayan